B. Indonesia

Pertanyaan

Harapan untuk Mas Galang
Arini Izzataddini


“Zita, ayo tidur sayaang. Sudah jam setengah sepuluh niih. Memangnya besok kamu tidak sekolah ? Ayo cepat tidur Zita” Mama menyuruhku tidur sambil berlalu ke kamarnya. “ Iya maa.” Ujarku yang sedang menonton sinetron kesukaanku. Aku matikan tivi dan naik tangga menuju kamarku.
Aku langsung naik ke kasurku untuk tidur. Karena aku sudah mulai mengantuk. Tapii. Kok aku nggak bisa tidur ya ? Seperti ada yang kurang. Oh iya ! Aku lupa menulis diary. Kebiasaanku setiap sebelum tidur adalah menulis diary. Tapi kenapa sekarang aku lupa ya ?
Aku langsung mengambil diaryku di lemari dan mulai menulisnya.

Dear Diary,
Hari ini, aku punya satu cerita yang mengaharukan tentang sepupuku sendiri.. Mas Galang namanya.
Pada tahun 1995, lahir 5 orang anak dari lima pasang suami istri. Ibu-ibu yang melahirkan berasal dari satu keluarga besar yang sama. Kakek dan Nenek sangat bahagia. Mereka langsung memiliki 5 cucu sekaligus di tahun itu. Galang, Dimaz, Agung, Rania dan aku. Mereka lahir normal dan sehat. Itu terjadi lima belas tahun yang lalu..
Di tahun ajaran ini, kami berlima seharusnya akan menjalani UAS-BN. Empat anak diantara kami telah bersiap-siap untuk melakukannya. Tapi satu anak lagi? Ia hanya bisa di rumah melakukan kegiatan yang tak menentu…
Ya, mas Galang namanya. Putra ketiga dari kakak ayahku yang tertua. Dia menderita autis. Mamaku masih suka bercerita bahwa pada tahun pertama, mas Galang terlihat sebagai anak yang paling sehat diantara kami. Tinggi besar, tampan, dan sangat aktif. Tapi makin lama, makin terlihat bahwa dia tidak memiliki kemampuan berkomunikasi dan bersosialisasi yang baik.
Saat ini, kondisinya sangat mengkhawatirkan. Karena masih belum dapat berkomunikasi dengan baik. Bahkan belum dapat melakukan pekerjaan-pekerjaan yang menunjukkan kemandiriannya. Jadi selama ini bude dan Pakdeku sangat memproteksi dirinya. Memang kasihan mas Galang, orang tuanya bukan orang yang berpunya. Bahkan….rumahnya di pinggir sekaligus di atas sungai. Rumah yang sungguh membahayakan untuk kondisi mas Galang yang seperti ini. Aku ingin menangis jika aku berkunjung ke rumahnya. Wilayahnya tidak layak dan rumahnya bukan seperti rumah melainkan gudang kecil.
Usaha-usaha orangtuanya sedikit membuahkan hasil. Ayahnya belum punya pekerjaan tetap. Hanya seorang perangkai dan penjual bunga yang tak selalu mendapat order untuk dikerjakan. Kakaknya masih kelas 11 sekarang. Mas Galang punya satu kakak lagi, yang sedang bekerja di Filipina. Dan ia satu-satunya tulang punggung di keluarga itu. Selain keadaan mas Galang yang mengkhawatirkan, ibunya lebih mengkhawatirkan. Bude Lina, jika kupanggil dirinya, terkena Thalasemia hingga saat ini. Uang mereka tak cukup untuk menyembuhkan Bude Lina dan melaksanakan terapi autis mas Galang sekaligus.
Anaknya tampan dan selalu ingin tahu. Kini, ia sudah mulai dapat sedikit berbicara walaupun belum mampu berfikir jelas. Mas Galang sudah tumbuh lebih tinggi dari aku, Dimaz, Agung,dan Rania. Tapi walaupun begitu, keadaan non fisiknya jauh tertinggal dari kami. Tidak pernah ada yang menduga, karena Mas Galang terlahir normal dan sama seperti kami semua.
Papaku bilang, dulu keluarga nenek tidak mampu. Sebagai kakak pertama, Bude Lina menjadi tulang punggung keluarga. Ia tak sekolah hingga S1. Langsung saja bekerja. Jadi, beliau sekolahkan adik-adiknya. Memang, seluruh keluarga besar kami saat ini telah turut membantu ekonomi keluarga bude, namun karena masing-masing memiliki tanggungan keluarga yang juga tidak sedikit, maka bantuan bagi mas Galang masihlah jauh dari kebutuhan. Menghidupi keluarga sehari-hari, membantu pengobatan mas Galang, dan bude Lina sekaligus.
Harapanku, mas Galang dapat sembuh dan dapat bermain dan belajar bersama kami, atau paling tidak, dia mampu membantu dirinya sendiri, sehinga dapat menjadi manusia yang mandiri, dan kelak tidak bergantung pada orang lain. Aku ingin sekali mas Galang dapat menjalani terapi yang Intensif, agar kondisi itu dapat terwujud. Dan aku ingin bude Lina berkurang beban hidupnya, sebagaimana yang selalu beliau rasakan selama ini….. Ini adalah Harapanku.
****
“Hoaam. Sudah pukul 22.30” ujarku sambil melongok ke jam weker yang diletakkan di samping tempat tidurku. “ Lama sekali ya aku menulis diary.” Kataku sambil menaruh kembali buku diaryku lalu naik ke kasur dan menarik selimut. “Hhh, semoga harapanku untuk mas Galang dapat terkabul Ya Allah” Aku pun memejamkan mataku setelah berdoa untuk mas Galang. Amiin.

8.buatlah kerangka teks ulasan yang memuat butir butir penting sesuai dengan struktur isi teks ulasan.
9.berdasarkan kerangka yang telah kamu buat, susunlah sebuah teks ulasan sederhana berdasarkan kutipan cerpen dengan memperhatikan struktur isi dan fitur bahasa teks ulasan.

2 Jawaban

Pertanyaan Lainnya